Candi Borobudur, Warisan Dunia yang Sempat Lenyap

1 komentar
Candi Borobudur (jambi.tribunnews.com)
Siapa yang tidak mengenal Candi Borobudur? Tentu saja tidak ada yang tidak mengenalnya. Tapi bukan keluargaku juga sih, hehe. Oke oke, lanjut. Sesuai dengan namanya, Candi ini berada di daerah Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di desa Borobudur, Kabupaten Magelang. Menurut informasi yang saya dapat, Candi Borobudur adalah candi yang terbesar di Indonesia, dan bahkan juga di dunia. Warisan budaya yang terkenal dengan stupa-stupanya ini telah ditetapkan UNESCO pada tahun 1991 ke dalam World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Tempat ini juga menjadi daerah wisata. Banyak orang dari luar kota dan luar negeri untuk berkunjung di tempat bersejarah ini.
Bukti penetapan Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO (dokumentasi pribasi)

Berdasarkan informasi, lebar dan panjang wilayah Candi Borobudur mencapai 123 meter. Artinya, tempat ini berbentuk persegi. Sedangkan tinggi bangunan mencapai 42 meter. Candi ini memiliki 1 stupa induk diikuti dengan 72 stupa yang berterawang (berlubang). Di Candi ini juga terdapat patung Buddha yang berjumlah 504 buah.
Pernah lihat relief-relief (semacam ukiran) di dinding-dindingnya? Kalau sudah, tidak usah saya jelaskan ya. Haha, bercanda. Baik, lainjut. Di setiap dinding Candi Borobudur terdapat 1460 bidang relief dengan total keliling relief tersebut berjarak kurang lebih 3 km. Bidang relief tersebut menggambarkan kehidupan Buddha yang memiliki tingkatan. Tingkatan tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu. Di setiap tiga tingkatan tersebut, terdapat lagi 10 bagian tingkatan dari ketiga tingkatan tadi. Tiga tingkatan dari urutan pertama adalah Pramudita, Virmala, dan Prabhakari. Empat tingkatan berikutnya adalah Archismati, Sudurjaya, Abhimukti, dan Durangama. Sedangkan tiga tingkatan terakhir (paling atas) adalah Acala, Sadhumati, dan Dharmamega. Sepuluh tingkatan yang terbagi menjadi 3 bagian tersebut masing-masing terdapat di setiap tingkat bangunan.
Candi Borobudur dari arah timur (dokumentasi pribadi)
Candi Borobudur merupakan peradaban sejarah terbesar manusia. Konstruksi bangunan yang begitu megah disertai dengan bidang reliefnya merupakan suatu karya seni yang nilainya sangat tinggi. Unsur sastra, seni, dan arsitektur yang menyatu dalam satu bangunan adalah bukti kemajuan peradaban manusia pada saat itu. Hal tersebut bertentangan dengan pendapat seorang “ilmuwan” yang mengatakan bahwa manusia itu sepanjang perjalanan sejarah terus mengalami perkembangan, dari ketidakmampuan menggunakan teknologi hingga teknologi saat ini yang bisa digunakan.
Bukan bangunannya saja yang jadi pusat perhatian, namun suasana di sekitar Candi Borobudur juga tidak kalah menarik. Candi Borobudur dikelilingi oleh pegunungan. Terdapat 5 gunung di sekeliling Candi Borobudur.
Banyak sejarah yang mengungkapkan pendirian dan pemugaran kembali Candi Borobudur. Candi tersebut telah dipugarkan (renovasi) bebarapa kali karena beberapa hal. Menurut informasi, Candi Borobudur sempat terlupakan dalam sejarah karena pada saat itu kerajaan Mataram runtuh.
Candi Borobudur tampak dari kejauhan (dokumentasi pribadi)
Kalau kamu menyukai sastra dan budaya, tentu akan menarik sekali jika kamu membaca setiap bidang relief Candi Borobudur. Kamu harus membaca bidang relief tersebut dari arah timur, karena pintu masuk Candi Borobudru memang dari arah timur. `setelah sudah masuk tangga tingkat pertama, kelilingi relief tersebut dari arah kiri ke kanan atau searah dengan arah jarum jam. Jika sudah, lanjutkan dengan menaiki tangga tingkat selanjutnya dan mulailah kembali membaca relief tersebut ke arah kiri. jika sudah capek, silakan hentikan :-). Begitu pula hingga tingkat paling atas. Tapi, jika tidak bisa membaca relief tersebut—mungkin karena gambarnya yang rumit, kamu bisa minta tolong kepada pemandu di situ (yaaa, tentu dengan bayaran, kata teman).
Jika suka berfoto, silakan ambil objek foto yang kamu mau. Di setiap keliling Candi Borobudur terdapat sudut pemotretan yang pas jika kamu suka. Namun, ini pengalaman saya ketika berkunjung di Candi Borobudur. Ketika kami (saya dan teman-teman) hendak berfoto di tingkat bangunan teratas, kami melihat seorang satpam sedang menegur seorang wisatawan yang juga hendak berfoto di situ. Saya penasaran dan bertanya soal itu. Ia menjawab di daerah sini (baca: tingkat atas candi) jangan foto-foto, daerah ini harus steril. Tidak boleh diunggah (namun boleh sebagai konsumsi pribadi). Itu mungkin aturannya. Yaa apa boleh buat. Tidak hanya itu, jika ingin berfoto, jangan sekali-kali menyentuh stupa-stupanya, apalagi menyentuh patung Buddha yang ada di dalam.
Kata orang, kalau mau pulang bawa oleh-oleh. Hmmm. Tempat wisata tersebut juga menyediakan aneka macam souvenir khas, mulai dari gantungan kunci, topi, banju kaos, eeee de el el-lah. Sebelum masuk ke area Candi Borobudur, kamu akan mendapati kios-kios souvenir tersebut.  Kamu bisa beli oleh-oleh di situ. Kalau harga, yaaa macam-macam.
Intinya, setiap sejarah pasti selalu meninggalkan jejak. Untuk mempertahankan jejak itu selalu ada, tetaplah bereksplorasi untuk mengukir kembali sejarah tersebut agar selalu bertahan. Jangan tergerus oleh zaman yang semakin hari semakin menjauhkan kita dari nilai-nilai kearifan yang dulu pernah ada. 

Catatan:
Informasi yang saya cantumkan di sini (yang terdapat kata “berdasarkan/menurut informasi”) diambil dari buku yang dibeli dari orang yang langsung menyodorkan bukunya ke saya. Hmm boleh juga pikirku. Jadi bahan menulis saya juga. Informasi selebihnya tentu berdasarkan pengalaman pribadi (juga teman-teman Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar) yang pernah ikut kegiatan studi tur pada tanggal 29 November 2018.

Related Posts

1 komentar

Posting Komentar